Sunday 31 March 2013

Mengapa Dion Momongan?

Gideon Momongan bukan orang baru di kancah musik jazz Indonesia. Beliau adalah jurnalis dan fotografer musik. Aneka tulisan musiknya menyebar di banyak majalah musik. Kini Dion Momongan aktif menjadi A&R di Indie Jazz Indonesia serta menulis artikel musik di newsmusiks.com.




Dengan kecintaannya terhadap musik jazz, Dion Momongan bersama Indie Jazz Indonesia membuat festival jazz di Solo dan Sumatera Utara. Kiprahnya dalam merekam jejak musik jazz Indonesia berkembang menjadi menyebarkan energi positif ke beberapa daerah untuk mengenalkan musisi jazz. Tidak segan-segan beberapa musisi jazz muda pun ia ajak untuk main di perhelatan tersebut. Kabar terakhir Dion Momongan sedang mempersiapkan kembalinya musisi jazz papan atas yang sempat berjaya di tahun 90an.

Semangat seorang Dion Momongan semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita pecinta musik Indonesia. Mari lebih mengenal sosok seorang Dion Momongan melalui #bincangminggu kali ini.


Sumber foto: milik pribadi (saya, Dion Momongan dan Tesla Manaf)

Jazz Milik Semua

Saat berbicara tentang musik jazz, kita berbicara mengenai sebuah genre yang keberadaannya seringkali diposisikan sebagai musik ekslusif. Beberapa sumber mengatakan musik jazz bisa diterima dan dinikmati oleh kalangan tertentu saja.

Saat ini opini di atas mungkin sudah tidak berlaku lagi, siapa pun bisa mendengarkan musik jazz, membeli CD musisi jazz dan datang ke beberapa pentas musik jazz. Perkara akan mengerutkan dahi adalah persoalan belakangan. Terpenting sekarang adalah jazz kian merambah luas dan bisa dikonsumsi bebas oleh siapa saja tanpa khawatir dilabeli dengan sebutan "lo dengerin jazz? emang paham?"

Sudah sekitar 30 tahun lebih Jazz Goes to Campuss ada, sudah berpuluh band jazz yang lahir dan memeriahkan perhelatan tersebut. Begitu pula dengan Java Jazz yang bisa kita banggakan sebagai festival musik jazz internasional yang dinantikan oleh banyak pecinta jazz bukan hanya di Indonesia saja.

Kembali lagi pada esensi musik. Semua bergantung selera. Namun apabila penyuka jazz makin banyak dan berkembang luas pada kalangan muda, selera musik dapat dipengaruhi oleh sosok musisi yang bergelut di dalamnya. Sebut saja Barry Likumahuwa Project yang berhasil mengumpulkan massa anak muda. Banyak sekali pentas seni (pensi) SMA yang memasukan BLP sebagai guest star utama mereka.

Dan beberapa tahun belakangan ini selain dari makin meluasnya penyebaran musik jazz, di daerah-daerah pun mulai dibuat festival musik jazz. Solo Jazz Festival dan North Sumatera Jazz Festival, dua di antara yang sudah cukup berhasil.

Kini jazz milik semua kalangan. Makin meluas dan memberikan senyum optimis bagi para musisi yang tumbuh kembang di genre ini.


Baca juga sekelumit sejarah jazz masuk Indonesia di sini.

Sunday 24 March 2013

Mengapa Candra Malik?

Nama Candra Malik mungkin tidak asing lagi bagi para pecinta media sosial. Seorang sufi asli Solo yang gemar bermain kata ini membuat album religi yang mencengangkan bagi banyak orang. Betapa tidak, beliau menggaet banyak maestro musik di dalamnya, baik itu yang sudah malang melintang berpuluh tahun atau musisi muda berpotensi yang cukup populer. Ini contoh salah satu video beliau.






Konsernya pun bukan konser biasa, maestro yang sempat ia ajak kolaborasi di album digandengnya kembali ke atas panggung. Sebut saja Idris Sardi, Addie MS, Twillite Orchestra, Tohpati, Dewa Budjana, Heru "Shaggy Dog", Anji, Juki aka Kill The DJ dan masih banyak lagi musisi lainnya. Budayawan pun digaetnya untuk turut meramu albumnya. Aroma dakwah masih tetap kental namun ada satu sisi yang menarik untuk diulik sisi musikalitas untuk album religi Candra Malik patut diacungi jempol. Usut punya usut, para musisi dan budayawan tersebut melakukannya dengan sukarela dan senang hati.

Apa konsep dari musik religi Candra Malik, apakah ini tren baru untuk musik religi kita agar tidak hanya diperdengarkan saat dekat hari fitri? Yuk simak #bincangminggu kali ini dengan Candra Malik.


sumber foto: www.perspektif.com

Konsep Musik Religi Masa Kini

Saat kita berbicara tentang musik di era masa kini. Hal yang paling pertama dipertanyakan adalah konsep, ya karena talenta berpotensi makin menjamur, strategi promosi pun banyak orang yang sudah pandai menggunakannya. Namun tidak semua musisi memiliki konsep yang kuat.

Esensi dari bermusik adalah berkarya. Bilamana kita usut arti dari kata karya sendiri yaitu penciptaan. Sebuah musik hadir tentu mempunyai proses panjang penciptaan agar dapat dikonsumsi khalayak. Namun tidak banyak musisi yang menggali karya serta mengemasnya menjadi konsep yang brilian.

Apalagi untuk sebuah musik yang memuat unsur religi di dalamnya, tidak mudah konsep itu diciptakan. Ada banyak sekali aral rintangan dan formula khusus yang harus diramu untuk membuat sajian ini bisa dinikmati. Kalau tidak cerdas meraciknya ya musik religi akan bersaing keras dengan aneka musik populer lainnya atau bertengger manis hanya diperdengarkan setahun sekali saat bulan Ramadhan.

Bagaimana cara menyiasati promosi musik religi agar bukan hanya musik semusim? Mari kita simak #bincangminggu kali ini.

Pekan Musik Nasional #6


Pentingnya Pendidikan Musik adalah tema di hari keenam Pekan Musik Nasional. Dengan konsep online chat bersama Profesor Tjut Nyak Deviana Daudsjah, berikut adalah sedikit ulasan tentang aktivitas dan karya yang pernah dibuat oleh Profesor,http://linkd.in/14fZOjX .





Ini dia percakapan via Twitter antara saya dan ibu Tjut Nyak Deviana Daudsjah:

I (Intan)        : Apa yang terpikirkan oleh ibu saat mendengar dua kata ini, pendidikan musik?

P (Profesor) : Pendidikan musik sangat penting untuk yang ingin memilih karier di dunia musik, 

I: Seberapa penting pendikan musik untuk musisi?

P: Tergantung dari pilihan bidang kerjaan musiknya, ada 2 cara, secara otodidak atau jalur formal.
Yang pasti, jalur formal adalah jalan pintas.

I: Apa pendapat ibu mengenai pendidikan musik
di Indonesia saat ini?

P: Saat ini pendidikan musik di Indonesia dalam
tahap perkembangan kearah yang lebih baik lagi dan masih dibutuhkan usaha2 yg lebih keras dan disiplin yang tinggi. Caranya dengan memberikan contoh dengan konser, cara mengajar, mengaransi, meng"konduk" orkestra, menulis lagu-lagu yang berbobot dan lain lain.

I:Menurut ibu
bagaimana cara paling sederhana untuk menyebarluaskan semangat pentingnya pendidikan musik?

P: intinya adalah contoh. Karena memberikan contoh
adalah cara yg paling sederhana utk menyebarluaskan suatu kebenaran, maksud saya, sebuah kebenaran yang berdasarkan fakta (bukan fiktif maupun doktrin).

I:Apa kelebihan musisi tanpa pendidikan
musik dengan musisi berpendidikan musik, bu?

P: kelebihan
musisi tanpa pendidikan dgn musisi berpendidikan? ini pertanyaan yg memerlukan jawaban yg sangat panjang. Yang jelas musisi yang memiliki pendidikan musik memiliki banyak advantages dan peluang.

I: Berbicara soal realita, bagaimana dengan
musisi yang ingin belajar musik namun terhambat dengan keadaan ekonomi,bu?

P: 1. dimana ada kemauan pasti ada jalan. Keadaan
ekonomi bukan alasan untuk tidak berusaha mendaftar.
2.Berani bertanya dan berani menerima jawaban apapun. Usaha dulu untuk bertanya dan berani berkomunikasi
3.Tambahan, yg paling penting memiliki keyakinan penuh dan rajin berdo'a pada Yang Maha Esa.

I: Apa saran ibu untuk musisi yang ingin
mengenyam pendidikan musik, bagaimana cara memilih tempat belajar yang baik?

P: 1. Utk pendidikan Musik yg baik, pilih guru yg
berlatar belakangSarjana Musik, terutama yang memiliki pengetahuan Music Pedagogy
2. Pelajari Kurikulum sebuah Pendidikan Tinggi Musik atau Lembaga Pendidikan Musik. Karena Kurikulum menentukan kualitas
3. Dari Kurikulum dapat dilihat apakah lembaga tersebut memiliki program "lesson plan" yg teratur dan sesuai kriteria.

I:
Pertanyaan terakhir, bu. Apa yang ingin ibu sampaikan untuk #musikIndonesia di Pekan Musik Nasional?

P:
maju terus musik Indonesia dan jangan pernah berhenti belajar

I: Terimakasih
banyak ibu @TJNDD atas waktunya untuk online chat. Senang bisa berbagi di Pekan Musik Nasional #6 :)

P:
Terima kasih banyak juga Intan atas kesempatan yg diberikan pada saya utk online chat mengenai Pendidikan Musik.


Terimakasih..



sumber foto: dari akun Twitter Profesor Tjut Nyak Deviana Daudsjah







Tuesday 12 March 2013

Pekan Musik Nasional #5


Teman ini alasan kenapa kamu harus datang ke Pekan Musik Nasional #5 di SAE Institute Jakarta. 



Kapan lagi kita berdiskusi tentang sound dan audio bersama pakarnya. Berikut sekilas tentang narasumber hari ini:

Widi Puradireja

Widi Puradireja merupakan salah satu personil Maliq & D’Essentials yang memang menyukai dunia audio sejak lama. Memiliki studio sendiri dan label bernama Organic Records. Kini Widi mulai menjadi produser beberapa band ibukota, termasuk Sir Dandy yang membawa Widi menjai salah satu nominator mixing engieneer peraih AMI Award 2012. Widi tidak hanya berkiprah di tanah air saja, Atilia Indah dan Najwa Mahiaddin adalah penyanyi bertalenta asal Malaysia yang juga digarap oleh tangan dingin Widi Puradireja.

Harmoko Aguswan

Harmoko Aguswan atau lebih akrab dengan sebutan Mokobigbro berkiprah di dunia audio.  Perjuangan dalam meraih keahlian di bidang sound engineer dilalui Moko penuh lika-liku yang panjang. Awalnya Moko menuntut ilmu sekolah bisnis marketing pada tahun 1998 di kota Seattle, Amerika Serikat. Namun karena tertarik dengan dunia sound engineer, Moko memutuskan kerja paruh waktu sambil belajar di sebuah studio rekaman, yaitu Stepping Stone Studio. Sayangnya hanya bertahan 6 bulan, karena studio tersebut bangkrut. Namun semangatnya tidak pupus, sehingga Moko mencari tempat menuntut ilmu di kota Los Angles, Amerika Serikat.
Di kota ini, Moko berhasil masuk program Extention Recording, UCLA. Jam kuliahnya pada malam hari dapat dimanfaatkan Moko untuk bekerja paruh waktu lagi. Di pagi hari, Moko bekerja di studio rekaman milik salah satu gurunya, sedangkan siang hari bekerja di pabrik Ribbon Microphone AEA, serta jika tidak kuliah di malam hari, Moko magang sebagai sound engineer di sebuah klub jazz.
Kuliah yang seharusnya selesai dalam 2 tahun, dapat diselesaikan Moko hanya dalam waktu 1,5 tahun. Setelah lulus, Moko meneruskan kerja di AEA, dan pada malam hari tetap bekerja di klub jazz sebagai sound engineer. Aktivitas ini dilakukan hingga tahun 2003, dan akhirnya Moko memutuskan kembali ke Tanah Air untuk menekuni usahanya di bidang sound engineer.

Jack Simanjuntak
Jack Simanjuntak selain aktif mengajar di UPH jurusan Sound Design, ia kini menjabat sebagai Head Dept. Sound Design, Conservatory of Music UPH. Lama berkecimpung di dunia musik dengan berbagai hal yang dikerjakannya. Mixing dan mastering engineer di film The Raid (2012), HUT RCTI 23 (2012) sebagai sound designer, sebagai produser dan engineer Indrawan Tjhin Group Jazz Quartet,Boby Limijaya Budapest jazz Orchestra dan sedang menggarap film selanjutnya, Berandal. Jack Simanjuntak pernah bekerja di Sesame Street Indonesia (Jalan Sesama).

Moderator: Yandha Khrisna, merupakan sound engineer untuk band Sweet as Revenge dan kini aktif mengajar di kelas Music Production SAE Institute Jakarta

Sampai jumpa pukul 19.00 di FX Mall, F6 SAE Institute Jakarta dengan tema diskusi Home Recording versus Professional Studio Recording. 

Be There! Salam #musikindonesia

Pekan Musik Nasional #4

Hari ini Pekan Musik Nasional #4 hadir dengan citarasa berbeda, nonton film bareng diakhiri dengan penampilan 4 band keren ibukota.

Sengaja musikindoneia.fm memilih film Soundcity karena berkaitan dengan pergerakan #sahabatlokananta, berikut ini resume filmnya, saya mendapatkan ini dari Kaskus (dapat dari PIC Pekan Musik hari ini, Jiwa, yang lupa mencantumkan link resume ini):


Sound city (2013) merupakan sebuah film dokumenter tentang studio musik yang terletak di Van Nuys, California. Menceritakan sejarah awal musik tercipta dari sebuah perjuangan dalam sebuah studio musik yang sudah tua dan menolak membiarkan revolusi digital masuk untuk menenggelamkannya.

Film dokumenter Sound City tentu saja menceritakan tentang studio dan semua seniman yang tercatat disana, tetapi film ini lebih fokus untuk mengenalkan dan memberikan pemahaman berbeda dalam menciptakan musik dengan menggunakan peralatan yang sudah tua. Studio tersebut juga mempunyai beberapa kelebihan yang dirancang untuk menciptakan suara dengan distorsi yang baik.

Studio Sound City berkembang pada tahun 1970-an, hingga pada tahun 1980 bersama-sama Lindesy Buckingham dan Stevie Nicks, akhirnya mereka memberikan perubahan besar dengan menciptakan hit pertamannya. Namun sejalan dengan itu revolusi digital telah dimulai dan membuat usaha mereka semakin tenggelam.

Beberapa pengamat film mengatakan; Grohl menciptakan sebuah film dokumenter yang dinilai menarik dan bersifat pribadi untuk dijadikan sebagai bahan pendidikan dan inspirasi, dimana Sound City memberikan kesan kepada penonton untuk menciptakan sebuah musik dengan kemampuan yang kita miliki. Ia juga menunjukkan bahwa studio merupakan bagian penting dari sejarah musik.

Seru bukan? Masih ada kesempatan untuk teman-teman mampir ke Borneo Beer House, Jeruk Purut, antara Kemang-Benda. Ada Barris, Parisude, Mata Jiwa dan Messa:





Monday 11 March 2013

Pekan Musik Nasional #3


Hari ini topik kita adalah Musik, Kolaborasi dan Pemanfaatan Ruang Publik.

Tema ini diangkat untuk mensosialisasikan musik dengan kemasan berbeda. Di saat beberapa musisi kalut dengan keadaan industri musik sekarang ini, sebenarnya banyak hal menyenangkan yang bisa dilakukan. Semuanya bisa mengubah pesimis industri musik menjadi optimis industri musik. Betapa tidak, walaupun dengan keadaan penjualan fisik yang menurun drastis, dunia pertunjukan masih hingar bingar dan menjanjikan.

Semestinya kita bisa melihat peluang ke arah yang berbeda, saat musik dikemas dengan lebih menyenangkan melalui kolaborasi dengan pihak yang istimewa, ada kemungkinan musisi bisa mendapatkan harapannya kembali. Salah satu sarana untuk kolaborasi bisa menggunakan ruang publik, sederhana dan tidak perlu banyak mengeluarkan biaya.

Kolaborasi bisa memang berangkat dari keinginan berbagi dan diskusi ataupun membuat karya dengan mengenalkannya unsur ruang publik sebagai pelengkap. Kolaborasi bisa apa saja, segala kemungkinan bisa terjadi, musik dan tari dengan seni gerak, kolaborasi media sosial lalu berkontemplasi dengan ruang publik. Banyak ide yang bisa dikembangkan dan digali lebih luas lagi.

Ada 3 narasumber yang diundang untuk berbagi hari ini:

- Iga Massardi dengan KGG (Kelas Gitar Gratis) di Taman Suropati, Iga menelurkan idenya untuk membuka kelas gratis dan mengajak orang untuk ikut di media sosial. Dengan semangat berbagi, Iga berpendapat: “Jangan pernah underestimate apa yang lo punya. Sedikit apapun ilmu yang lo punya ketika lo niat untuk membagi ilmu tersebut kepada orang lain, ilmu tersebut akan menjadi sesuatu yang berharga bagi orang lain”
Dengan menggunakan Taman Surapati yang merupakan ruang publik, Iga telah mengumpulkan para pecinta gitar untuk belajar bersama.

Kita tidak akan pernah tau komunitas KGG ini dua tahun lagi bisa berkembang pesat dan bisa memproduksi karya fisik dengan karya musik segar garapan Iga Massardi. Atau siapa tau beberapa kelas lainnya di Taman Surapati (seringkali ada komunitas biola yang berlatih di Taman Surapati dan ada Keroncong Tugu sering latihan di sana) mengajak KGG untuk membuat pementasan orkestra. Ya, tidak ada yang tidak mungkin. Iga Massardi mengawali KGG dengan niat sederhana namun segala hal yang berangkat dari hati seringkali lebih mulus jalannya dibanding yang sekedar mencari materi.

- Irwan Ahmett adalah artis yang selalu membuat project yang mengintervensi yang diangkat dari isu sosial dan mengajak publik untuk berpartisipasi langsung. Pelbagai hal yang ia lakukan selalu menyajikan konsep yang brilian dan unik. Projectnya terlihat menyenangkan dan publik tampak tidak keberatan untuk kolaborasi. Karya-karyanya bisa dilihat di  http://www.youtube.com/user/irwanahmett?feature=watch

Irwan Ahmett sengaja diajak ikut diskusi ini supaya kita bisa terinspirasi dengan apa yang telah ia lakukan, apalagi kalau para musisi bisa terlibat dengan berbagai aksi yang ia lakukan. Selain karena musik lebih mudah menyebarkan misi ke publik, musik pun seharusnya akan bisa menjadi alat untuk mengubah pandangan seseorang mengenai isu sosial. Dan Irwan Ahmett akan bercerita langkap apa saja yang bisa dilakukan untuk pemanfaatan ruang publik.


- Tedi En, asli Jatiwangi, Cirebon. .Tedi En merupakan musisi dari Jatiwangi yang coba mengeksplorasi musik keramik dan mengembangkan alat musik keramik lewat KOSMIK. Bersama Jatiwangi art centre banyak sekali yang telah Tedi lakukan untuk publik melalui musik. Beberapa kali melakukan pementasan yang kreatif dengan menggunakan genteng. Ia pun bisa membuat alat musik dengan tanah liat. Ya kolaborasi tidak hanya dengan komunitas atau segelintir orang yang satu visi. Kolaborasi pun bisa lahir dari inisiasi pengembangan ide. Dari hal yang semestinya kita lakukan dengan pakem yang jelas, namun dapat didobrak dengan semangat perubahan. Berikut karya Tedi En, gitar dari tanah liat:  http://www.youtube.com/watch?v=HqQ5Q3PK2tE

Friday 8 March 2013

Surat di Hari Musik Nasional

9 Maret 2013

Satu minggu ini saya dan geng Sahabat Lokananta akan merealisasikan sebuah awal dari harapan untuk mendokumentasikan musik Indonesia. Dimulai dari membuat kanal www.musikindonesia.fm yang akan rilis di tanggal 16 Maret ini. Makna dari pembuatan kanal tersebut adalah untuk menjadikan musik sebagai cara berdamai terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar. Dengan mengumpulkan cerita, tulisan, foto dan video akan terekam jelas apa yang terjadi dalam perkembangan musik dari masa ke masa.

Yang merekam musik adalah kalian. Anak-anak muda kritis dan peduli musik.
Yang berperan adalah kalian, pencetus harapan yang paling murni untuk negeri ini.

Masih banyak kebaikan yang berpendar di sekitarmu lewat nada-nada yang cantik.



Selamat hari musik nasional, mari merekam musik di sekitarmu dengan semua indera yang dimiliki untuk sebuah niat baik, mengabadikannya sebagai bukti, musik ada untuk perdamaian.



Salam musik,


Intan Anggita




catatan kecil: saya masih membuka sayembara menulis untuk kalian, silakan email intanap86@gmail.com. Tulislah tentang musik Indonesia yang tertangkap oleh inderamu.

Saturday 2 March 2013

Mengapa Adrian Adioetomo?



Adrian Adioetomo, dibalik permainan bluesnya yang jauh dari kesan sederhana, dia tetap sosok musisi muda yang sahaja. Dengan karakter kuat yang dimilikinya tahun 2007, albumnya yang bertajuk Delta Indonesia terpilih sebagai album terbaik versi Rolling Stone Indonesia.

Sebuah pembuktian dan pembaruan telah dilakukan oleh pria kelahiran Balikpapan ini, album Delta Indonesia direkam dengan gaya lama seakan menohok tren musik saat ini yang cenderung jalan di tempat. Tidak hanya berkarya, Adrian Adieotomo pun gemar berbagi, baik itu berbagi ilmu di beberapa forum online (semisal: musisi.com dan accoustic guitar forum) atau sharing session langsung bila bertemu di beberapa gig yang ia datangi.

Bagaimana dan seperti apa perjalanan bermusiknya hingga bisa menjadi sekarang ini? Mari kita simak di #bincangminggu edisi 3 Maret 2013.


Musisi dan Penggalian Karakter dalam Bermusik

Di tengah polemik antara industri musik yang tidak terlalu sehat, musisi harus lebih mengenal dirinya sendiri. Musisi bagus setiap bulan selalu hadir menyemarakan gempita arena panggung musik Indonesia, namun tidak semuanya bisa beruntung bertahan dan diapresiasi secara baik. Kini saatnya musisi mesti cerdas mengatur posisi dalam berkompetisi.

Semuanya didasari dengan banyak faktor, modal banyak tapi tanpa materi yang mumpuni akan tersilap waktu, materi bagus namun tidak punya modal kuat akan berlari tanpa arah entah sampai kapan.

Musisi kadang melupakan satu hal yang paling esensi dalam bermusik. Karakter. Tidak ada musisi yang tak berkarakter. Mungkin yang belum kenal diri sendiri masih banyak, mungkin pula malas untuk berdamai dengan keadaan atau ego pribadi. Sekedar meracik musik yang bagus dan enggan menggali karakter dalam bermusik.

Saya seringkali menemui beberapa musisi yang memiliki potensi besar dan menghasilkan karya yang layak diapresiasi, namun sayangnya karena mereka menyukai musisi idola dengan porsi yang berlebih, karakter yang mereka miliki bagai hilang terlibas karakter kuat si idola.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menggali karakter dalam bermusik. Perbanyak referensi salah satunya, saat mayoritas teman dekat, kerabat dan orang yang berapresiasi terhadap musik kita mulai membandingkan karya maupun penampilan dengan musisi yang besar, ada satu hal yang perlu digali di sini. Apakah kita terlalu menyukai sang idola sehingga sebagian besar karya dan penampilan kita sering tanpa sadar menyerupai mereka?

Saya yakin banyak dari kalian enggan mengakui dan memilih untuk berkilah. Namun bermusik adalah kejujuran. Saat kita jujur dan tau apa kekurangan serta mendengarkan berbagai kritik. Keadaan akan berbalik memihak pada kita.

Gali lagi potensi dengan memperbanyak referensi bukan saja fokus pada beberapa idola yang habis-habisan kita puja.

Selain itu percaya terhadap kemampuan sendiri dalam meracik dan membongkarpasang aransemen bisa menjadi awal yang baik. Tidak ada yang salah dalam sebuah eksperimen. Bermusik itu adalah proses panjang untuk mendapatkan sari kehidupan.

Bila bermusik menjadi pilihanmu untuk terus hidup dan menghidupi nurani. Bermusiklah tanpa lelah. Penggalian karakter dan kenali diri sendiri langkah awal untuk menjadi musisi hebat.

Sedikit Tentang Sriwedari

Indonesia kini memiliki banyak sekali musisi ciamik, tapi Maliq & D'essentials lebih dari sekedar itu. Mereka istimewa. Tanggal 9 Februari kemarin setelah dua tahun tidak menelurkan album, dirilislah album baru.

Sriwedari adalah album kelima dari Maliq & D'essentials. Ada 9 lagu yang dikemas secara apik dan agak berbeda dari album-album sebelumnya. Sriwedari sendiri diambil dari single hits mereka "Setapak Sriwedari" yang sudah sering diputar di radio-radio.




Sound di album ini banyak memasukan unsur vintage dan hasil racikan dari tiap lagu feelnya lebih condong ke British. Mungkin karena hasil akhir album Sriwedari mastering di Abbey Road, UK. 

Maliq & D'essentials mempercayakan Geoff Pesche untuk menjahit album ini. Geoff Pesche adalah sound engieener handal yang menggarap album-album dari Blur, Incognito, Kylie Minogue, Coldplay dan Gorillaz.


Saat pertama kali mendengar albumnya, saya tidak berekspektasi apa-apa selain dari membayangkan barisan lirik manis dan nada-nada indah yang mudah diperdendangkan kembali. Nyatanya di track pertama pun saya sudah diberi kejutan.

Sing! Make it Last Forever mengawali perjalanan saya untuk mengupas Sriwedari. Lagu ceria yang disisipi drum marching ini membuat penasaran untuk mendengarkan liriknya lebih rinci. Ya ada ajakan tentang semangat untuk selalu optimis.

Pola dari lagu ini mengingatkan kita pada band-band folk rock-ballads semacam Arcade Fire, Beirut, Im From Barcelona dan British Sea Power. Mungkin akan lebih seru bila Maliq & D'essentials memasukan glockenspiel dan pianika untuk mewarnai live perform mereka di lagu ini.

Menuju track selanjutnya, Setapak Sriwedari. Lagu yang berlirik indah namun lugas. Bukan puitis yang pragmatis. Seperti biasa Maliq, selalu mengedepankan makna dengan kata-kata yang sederhana.

Lagu ini dipilih sebagai single di album mereka. Menceritakan tentang sekelumit perjalanan Maliq hingga sekarang. Ibaratnya perjalanan ini adalah Sriwedari (taman surga).

Drama Romantika diduga akan menjadi single hits selanjutnya, bukan pertama kali Maliq & D'essentials bermain-main dengan nada dan alunan cengkok dangdut, dulu di album pertamanya ada track berjudul Tandanya memiliki nuansa dance seperti ini. Walaupun balutan dangdut di lagu Drama Romantika lebih kental.

Menghilang cocok didengarkan untuk kamu yang sering terlilit masalah cinta unfinished business. Resapi tiap kata dalam liriknya dan bayangkan kalau lagu ini memang diciptakan untuk kamu yang memiliki kisah seperti ini. Yakinlah ternyata tidak hanya kamu yang ada di posisi seperti ini hehehe.


Di dalam lagunya sendiri Menghilang mengajak kita untuk time traveller di era kejayaan Bee Gees saat melantunkan nada melankolis. Synth dan piano ala Fariz RM yang sesekali sendu memberi corak manis.


Dunia Sekitar dibuka dengan rhythm and beat dinamis. Lagu yang mengajak kita untuk lebih bersyukur dan peduli lingkungan sekeliling. Lagi-lagi Maliq membuktikan bahwa lirik persuasif tidak perlu kata-kata yang berat dan menggugah, cukup ajakan sederhana semisal lirik reffrain di lagu ini:


"Hai cobalah kau melihat dunia di sekitar dengan mata hatimu."


Beautiful Disaster, salah satu track favorit saya. Di awal lagu ini Maliq menampilkan sisi lainnya yang lebih gelap dan dalam. Sarat dengan unsur elektronik down tempo, sedikit lebih gelap lagi mungkin bisa menjadi band pop rasa triphop.


Saat interlude ciri khas Angga mulai keluar, nada-nada falsetto yang mengalun di suara beratnya. Beberapa kali saya menyimak reffrain lagu ini ada bayangan sosok Jay Kay yang tiba-tiba muncul. Dalam satu lagu Angga bisa tampil dengan beberapa warna namun tetap bertahan di karakter vocalnya yang merdu.


Janji, liriknya puitis tentang harapan. Namun menyiratkan satir pada petikan lirik, senyum aku di balik nestapa... Maliq tidak pernah terlalu memaksakan diri membuat lagu-lagu mendayu yang disukai oleh mayoritas anak muda jaman sekarang. Namun tanpa disadari Maliq selalu bisa menjadi soundtrack kisah percintaan dengan berbagai kondisi, LDR, cinta bertepuk sebelah tangan, cinta tanpa kepastian sampai dengan harapan untuk melanjutkan ke hubungan yang lebih serius...


Bahkan lagu Inilah Kita yang sepertinya memiliki misi yang sama dengan lagu Maliq berjudul Coba Katakan, memiliki kekuatan lirik dan aransemen yang istimewa. Ilman Ibrahim dengan piawai memainkan tuts-tuts ceria di lagu yang sebenarnya sarat dengan makna pengharapan.


Yah, Maliq & D' essentials salah satu aset musik Indonesia yang patut dibanggakan. Disukai oleh berbagai kalangan tanpa harus bersusah payah mengikuti selera pasar, yap mereka sudah memiliki pasar sendiri. Lingkaran penggemar yang penuh apresiasi, melihat musik tidak hanya dari satu sudut. Mengemas cinta menjadi citarasa yang berbeda.



Sumber video: organic records







Friday 1 March 2013

The Voice Indonesia? Hm..



Di saat banyak ajang pencarian bakat menjamur, baik itu asli buatan negeri atau lisensi luar negeri, saya merasa bangga. Keren yah Indonesia, banyak banget yang bisa nyanyi. Tapi gatau kenapa dari semua acara itu gada yang bisa bikin saya semerinding sekarang waktu nonton acara The Voice Indosiar. Ya sejujurnya saya ga pernah nonton TV, tapi demi acara ini bela-belain banget nonton di Youtube.

Sebenarnya ini bukan karena jurinya yang keren atau acara yang begitu hip di media sosial. Saya beneran penasaran gara-gara teman-teman di Bandung heboh ngomongin penyanyi latar Sarasvati (band indie dari Bandung) suaranya keren banget ikutan audisi nyanyi 2013, The Voice Indonesia. Ya, emang beneran keren sih, namanya Yunita Rachman. Nah setelah itu saya langsung cari tentang The Voice Indonesia dan cari youtube resminya biar bisa nonton dengan kualitas bagus. Terus sempat lihat satu peserta yang awalnya saya underestimate sama dia, ternyata suaranya juga enak banget, namanya Arro:



Ga nyangka sih acaranya bakal dikemas semenarik ini karena saya juga ngikutin The Voice versi asli yang emang bagus banget kemasannya. Lucunya acara yang disiarkan di Indosiar ini mengingatkan saya kepada beberapa pergerakan tv swasta satu ini, mereka mulai menayangkan acara-acara musik yang kualitasnya ngga pasaran. Ya saya awal berpikir begini saat melihat tayangan Rumah Musik Indonesia, dan makin yakin kalau Indosiar akan berbeda dengan stasiun tv swasta lainnya. Semoga.

Balik lagi ke tayangan The Voice Indonesia, semua peserta yang lolos di blind audition bikin merinding. Sekali lagi saya berpikir, banyak banget penyanyi berbakat di Indonesia tapi gatau kenapa di acara ini, rasanya jadi beda. Karakter mereka lebih kuat dan keluar. Pengen banget dukung peserta itu langsung, support via sms atau apalah agar peserta kesukaan saya menang. Aha! Akhirnya saya menemukan akun twitter The Voice Indonesia, @thevoice_id. Wah, follow ah.

The Voice Indonesia satu-satunya alasan saya untuk menonton acara musik lokal.





sumber foto: tabloidbintang.com