Tuesday 23 April 2013

Tentang The Triangle Album

Secara pribadi saya jarang menyukai musik-musik postrock karena cenderung berakibat muram. Namun beda cerita dengan album ini. Sudah sejak lama saya tahu Riko Prayitno (gitaris Mocca) ngefans dengan Cil (yang kini menjadi vocalis The Triangle).

Dulu kala di saat Mocca membuat secret gig di Hyatt, Riko dengan bangganya memuji-muji Cil dan bertanya pada saya asyik ngga band barunya ini. Saat itu saya tidak tahu kalau namanya adalah The Triangle.

Kemudian saat bermain ke open mic Beat n Bite lagi-lagi Riko cerita tentang band barunya ini. Dari wajahnya yang sumringah saya menebak kalau Riko punya banyak kejutan yang akan ia transformasikan di band ini. Dan tentu saja saya tidak tertarik karena ini band postrock.

Suatu hari saya baru tahu kalau Perahu Kertas akan diangkat menjadi film layar lebar. Tidak sabar menunggu hadirnya saya cari tau traillernya dan menemukan The Triangle jadi soundtracknya. Malu-malu saya download dan masih segan mengakui kalau lagu ini enak. Karena saya ga suka mendengarkan langsung sambil murung.

Ajaibnya lagu How Could You selalu ga sengaja terputar di track saya. Cuma saya ga pernah mau bilang sama Riko, tanpa sadar lagu ini terngiang selalu.

Saat The Triangle rilis jahatnya saya ga beli, karena berpikir paling yang enak lagu How Could You doang, sisanya ya postrock muram.

Sampai suatu hari Riko whatsapp saya gini:








Lalu besoknya dia nagih lagi:



HAHAHHHAHAHAHA....

Akhirnya saya membelinya kemarin.

Besoknya saya dengarkan CD ini dua kali balik dan merasa berdosa dengan segala prasangka. Covernya cantik dengan artwork yang gloomy menawan.

Album ini baguuuuuus banget. Ok saya akan cerita sedikit tentang album ini berdasarkan orang yang awam musik muram.





Great Below membuka album ini dengan manis,
nada-nada di awalnya cocok untuk lagu awal bangun pagi. Suara terompet di lagu ini menyenangkan sekali.

"We fall, let it go
       Everything must run its course
                 Im  still waiting
                             always passing"

Moving On merupakan track yang saya suka, dua track pertama di album ini mempunyai lirik sederhana yang justru membuat kita berpikir untuk tidak diam di tempat, lagu yang bisa memotivasi kita untuk terus maju menjadi lebih baik, itu penafsiran saya.

Lagu-lagu lainnya yang saya suka adalah How Could You, Shadows Fall, Last Days dan Afternoon Bird.

Album The Triangle sangat direkomendasikan untuk kamu yang hendak melakukan perjalanan jauh, karena album ini merupakan sebuah perjalanan melankolis puitis yang mengantarkan kita pada aroma baru musik Indonesia.

Kelak lima tahun lagi The Triangle akan menjadi band Indonesia yang gemar melanglangbuana. Semoga saja, mereka tidak hanya menjadi jagoan postrock tanah air saja.




Website resmi The Triangle: http://thetriangleband.com/home/










Monday 22 April 2013

Biarkan Menjadi Chaos

 

Biarkan menjadi chaos agaknya bisa menjadi semangat dalam diskusi ini. Berawal dari sebuah grup berjudul Musik, Kewirausahaan dan Teknologi, Robin Malau dan Widi Asmoro mengajak forum ini untuk kopi darat berwujud piknik di Thinkweb, Mendawai, Jakarta Selatan. Dengan dimoderatori oleh Ario Tamat, ajang kumpul-kumpul ini bisa menjadi awal untuk menguak berbagai wacana tentang Musik, Kewirausahaan dan teknologi yang cenderung #unresolved.

Ada beberapa pembicara di diskusi ini:

- Hang Dimas membahas tentang musisi dan lisensi
- Noor Kamil menjelaskan yang bisa dikulik musisi, industri musik tidak hanya industri rekaman

Diskusi ini bisa menjadi menarik ketika masing-masing pembicara bisa langsung berinteraksi dengan audiens. Pertanyaan dan pernyataan kritis kerapkali terlontarkan oleh audiens yang diselingi oleh canda gelak tawa. Saya pun sibuk memperhatikan sembari sesekali memakan cemilan lezat yang dibawa oleh teman-teman. Di area ini tampaknya diskusi bukan untuk mencari solusi, ini hanya sebagai hub dimana pembicara bisa berbagi wawasan yang memang didalaminya ataupun ingin bertukar sebuah wacana yang mungkin dapat dikolaborasikan.



Diskusi ini biarkan menjadi chaos dan nyaman tanpa beban. Bilamana ada yang bisa berlanjut dan maju menjadi sesuatu yang segar dan baru, selama itu positif tampaknya akan selalu didukung. Saya sangat berharap diskusi ini akan semakin tumbuh dan berkembang dengan konsisten, tidak hanya berhenti dengan satu kali pertemuan. Akan banyak pencerahan dengan diskusi-diskusi semacam ini. Hanya dalam satu kali pertemuan saya mendapatkan 5 materi yang sebelumnya saya gagap sama sekali. 

Untuk kalian yang ingin ikut diskusi selanjutnya bisa mulai bergabung dulu di forum G+ Musik, Kewirausahaan dan Teknologi. Biarkan forum ini menjadi organik dan tetap #unresolved. 

Sumber foto:
Robin Malau

Sunday 21 April 2013

Musician United

Ini #musicianunited 1

Sebut saja Demit (@soundofyogi) yang pertama kali mempunyai ide untuk membuat #musicianunited.
Ini adalah kompilasi para musisi, baik itu alat musik ataupun vocal, menggarap satu lagu sama yang kemudian disatukan menjadi satu. Menariknya ini tidak hanya audio namun mencakup video pula. Demit menggunakan viral komunikasi melalui sosial media untuk mengajak para musisi terlibat di #musicianunited.

Ajakan yang pertama berhasil mengumpulkan musisi-musisi tersebut menggarap lagu Tanah Airku karya Ibu Sud, kini edisi kedua baru saja diluncurkan. Kemarin para musisi-musisi tersebut membawakan lagu Tanah Air Pusaka karya Ismail Marzuki. Kamu ingin ikutan? Baca http://soundofyogi.blogspot.com/ dan follow Twitternya di @soundofyogi lalu bergabunglah di edisi selanjutnya.

 #musicianunited 2

Sarita Fraya, Sederhana dan Cantik

 

Dentingan gitar di lagu pertama album Imperfectly Perfect ini amat mengganggu saya. Denting gitarnya menyayat hati dengan suara empuk yang membuat saya kembali lagi ke track ini berulang-ulang hingga lupa memajukan remote cd player menuju track selanjutnya.

Lagu Always Back To You dinyanyikan dengan penuh penghayatan seakan kita memang masuk ke dalam alur lirik yang diciptakan oleh Fraya. Ada 6 lagu yang disajikan di album ini. Saya amat sangat merekomendasikan untuk membeli CD ini, selain karena kemasannya yang menarik, aransemen lagunya pun apik, disajikan dengan gaya akustik sederhana.

Di lagu selanjutnya, suara cajon yang cukup dominan diwarnai alunan harmonika membuat lagu Twenty Two kaya rasa. Dan jangan terkejut dengan sahutan gitar elektrik yang malah muncul hampir di akhir lagu.

Track ketiga suara Risky Summerbee agak sedikit canggung. Saya membayangkan di lagu Amber ini, Risky adalah pria yang malu-malu ikut bernyanyi bersama Fraya. Menggoda Fraya dengan kesan kikuk yang mungkin sengaja dibangun. Entahlah. (maaf yo mas Risky kamu kurang gahar di sini hehehheh). Saya tidak bosan untuk melanjutkan perjalanan mendengarkan album ini, masih ada dua lagu lagi. Ajaibnya tiap lagu mempunyai nyawa yang berbeda dengan lagu-lagu lainnya. Saya mulai menebak-nebak, dari komposisi yang dibuat Fraya, tampaknya Fraya memiliki banyak referensi dan sekolah musik. Ya ini sekedar tebakan saya saja.

Promise of Tomorrow, merupakan lagu harapan yang bisa dibawakan dengan tampilan yang berbeda, tidak ada kesan mendayu di lagu ini. Sekilas Fraya mengenalkan dirinya sebagai singer songwriter yang memiliki kekuatan karakter dan patut diperhitungkan.

Hatred bukan lagu akustik manis, Fraya bertransformasi menjadi penyanyi pop balada dengan kekuatan aransemen pada gitar berpadu ketukan drum. Saya sedikit kecewa dengan lagu ini ada di tengah-tengah album. Alur keseluruhannya serasa tidak berbaur karena pemilihan lagu terakhirnya yang kembali lagi pada nuansa lembut. Mungkin Hatred lebih cocok di simpan di track terakhir. Lagi-lagi itu hanya penafsiran saya pribadi. Apalah artinya dibanding satu album sajian seorang musisi wanita berbakat yang keseluruhan kemasannya patut diacungi jempol.

Perjalanan saya di album Imperfectly Perfect diakhiri dengan sebuah lagu indah dibalut suara synth yang gurih. Terimakasih Fraya sudah membuat album ini. Terimakasih Wok The Rock sudah membuat desain dan ilustrasi cover yang amat keren.



Terimakasih mas Gufi sudah mengantarkan album ini ke De Majors dan terimakasih De Majors yang sudah mengenalkan saya pada album ini.



 Minggu sore gerimis di tanggal 21 April 2013



Nikmati suara Fraya di http://www.reverbnation.com/saritafrayamusic
Info lebih lanjut tentang Fraya di http://saritafraya.com/
Twitter Fraya @saritafraya
sumber foto reverbnation.com

Grace Sahertian, Sebentar Lagi



 Akan ada satu musisi wanita berbakat yang meramaikan kancah musik Indonesia, Grace Sahertian. Bukan nama baru di jajaran komunitas jazz Bandung. Wanita cantik yang berdomisi di Bandung ini sering wara-wiri di beberapa gigs dengan band jazznya, Palm from Moodytunes.

 Kali ini Grace bersolo project di albumnya bertajuk 1415. Akankah wanita penggemar Erikah Badu ini memberi gebrakan baru dengan alunan lagu-lagu neo soulnya yang renyah dan menggoda? Kita tunggu saja. Sebentar lagi.

 Simak pula Grace Sahertian di soundcloud pribadinya: https://soundcloud.com/grace-sahertian

Record Store Day




Ini adalah tahun kedua saya mulai mengetahui adanya perayaan bernama Record Store Days. Keriaan ini bisa menjadi hari yang dinanti oleh para pecinta musik karena banyak hal yang menyenangkan di hari ini, beberapa musisi merilis album di momen ini atau berbagai potongan harga untuk pembelian rilis fisik.

Record Store Days seakan-akan memicu kesadaran kita untuk membeli rilisan fisik. Nah, bila itu pointnya mengapa harus ada Record Store Days? Bukankah kalau kita menyukai karya musisi tersebut, sudah semestinya membeli rilisan fisiknya sebagai bentuk apresiasi?

Ini yang menjadi pertanyaan saya dan bahkan rekan-rekan pecinta musik lainnya. Sejak tahun 2007 Record Store Days dirayakan, para penggiat musik independen semakin semangat untuk kembang dan tumbuh di jalurnya. Di situs recordstoredays.com saya membaca penjelasan mengapa dan siapa yang mendukung adanya perayaan ini.

Musik secara global sekarang ini tetap memiliki mafia-mafia yang menguasai industrinya. Tidak jarang publik mengkritisi kualitas yang menurun dari musisi-musisi sekarang. Namun sangat disayangkan itu bukanlah kondisi yang sebenarnya ada. Tokh pada kenyataannya musisi-musisi ciamik setiap saat muncul dan semakin kreatif mengemas karyanya. Sayang sekali mereka bukanlah figur-figur yang tersorot media dan bukan pula musisi yang menjalin kontrak promosi label-label besar.

Bagaimana cara mereka untuk tetap bertahan dan dikenal? Toko rekaman musik independenlah yang membantu untuk menyebarkan musik-musik berkualitas agar dikenal publik. Mereka dengan semangatnya mengenalkan musisi baru yang kemungkinan besar kita tidak bisa mendapatkannya di toko rekaman musik besar.

Bahkan toko rekaman musik besar pun mengawali kiprahnya dari toko rekaman musik independen, sebut saja Richard Branson dari Virgin Records. Bermula dari kecintaannya terhadap musik mengantarnya pada kesuksesan dalam berbisnis. Kini Virgin Records telah berkembang pesat menjadi Virgin Enterprise.


Musisi dan toko rekam musik independen memiliki hubungan keterkaitan, mendukung satu sama lain. Musik menjadi alasan keduanya ada dan saling mengisi. Semoga saja perayaan ini tidak hanya ramai di tiap bulan April saja. Semoga kesadaran publik untuk membeli rilisan fisik semakin besar dan tidak perlu lagi menunggu tiap hari Sabtu minggu ketiga di bulan April dan musisi akan menjadi lebih sejahtera dengan karyanya. Rilisan fisik tidak begitu saja terbengkalai di toko rekam musik hingga berdebu dan akhirnya toko tersebut menutup pintu masuknya selama-lamanya.



Sumber tulisan: tweet-tweet @andreasarianto
Sumber foto: glidemagazine.com, metnews.org dan http://ldreddeer.ca


Sunday 14 April 2013

Musik, Kreativitas dan Ruang Publik

Musik selalu identik dengan kreativitas, betapa tidak alunan nada-nada yang terangkai lahir dan tumbuh dari kreasi serta luapan ekspresi. Kreativitas yang kini banyak dimiliki para musisi hanya beberapa saja yang bisa diapresiasikan pada ruang publik.

Banyak sekali ruang publik yang semestinya bisa menjadi wadah kreativitas atau ide yang digali untuk membuat sesuatu entah itu untuk kepentingan aktualisasi diri musisi atau untuk menanggapi pelbagai isu sosial yang ada.

Dua contoh musisi yang bisa menggunakan ruang publik dan dikreasikan adalah Iga Massardi (beserta teman-teman KGG, Aan dan Adoy)  dan Tedi En (beserta Jatiwangi Art Factory):

Iga Massardi dengan Kelas Gitar Gratis





Iga Massardi, gitaris yang senang mengoleksi gitar ini awalnya membuat Kelas Gitar Gratis untuk sekedar berbagi ilmu gitar yang ia miliki. Konon ia belajar gitar dari seorang temannya yang tidak terlalu piawai belajar gitar namun karena kebaikan temannya inilah Iga menjadi bisa bermain gitar. Iga berpikir seberapa kecilnya kita berbagi itu pasti akan bermanfaat bagi orang lain. Dari prinsip inilah Iga membuat Kelas Gitar Gratis bersama Aan dan Adoy di Taman Surapati setiap hari Minggu. Kini Kelas Gitar Gratis miliknya sudah memiliki belasan bahkan puluhan murid walaupun promosinya hanya melalui media sosial.

Iga sengaja memilih Taman Surapati untuk memanfaatkan ruang publik karena rasa dari belajar di kelas akan jauh berbeda dengan belajar di alam bebas. Untuk informasi lebih lanjut bisa bertanya-tanya via Twitter dengan memention langsung ke @igamassardi, @pbadi dan @pinknista


Tedi En dengan Jatiwangi Art Factory




Tedi En adalah anak muda yang belum genap berusia 25 tahun. Ia tinggal di Jatiwangi, sebuah desa di kabupaten Majalengka, tidak jauh dari kota Cirebon. 

Bersama rekan-rekannya di Jatiwangi mereka membuat Jatiwangi Art Factory.  Jatiwangi art Factory (JaF) adalah sebuah organisasi nirlaba yang fokus terhadap kajian kehidupan lokal pedesaan lewat kegiatan seni dan budaya seperti; festival, pertunjukan, seni rupa, musik, video, keramik, pameran, residensi seniman, diskusi bulanan, siaran radio dan pendidikan.


JaF didirikan pada 27 September 2005. Sejak tahun 2008 JaF bekerjasama dengan Pemerintahan Desa Jatisura melakukan riset dan penelitian dengan menggunakan keterlibatan kesenian kontemporer yang kolaboratif dan saling menterhubungkan.
JaF mempunyai Program Festival Residensi, Festival Video Residensi dan Festival Musik Keramik dua tahunan yang mengundang seniman dari berbagai disiplin ilmu dan Negara untuk tinggal, berinteraksi, bekerjasama dengan warga desa, merasakan kehidupan Masyarakat Jatiwangi, serta merumuskan dan membuat sesuatu yang kemudian dipresentasikan dan dikabarkan kepada semua orang.


JaF pernah suatu saat membuat intervensi publik dengan mengajak warga desa Jatiwangi untuk protes terhadap rencana pendirian mall di atas lahan pabrik gula heritage. Usaha tersebut berhasil mengumpulkan warga untuk protes dengan cara yang berbeda, yaitu dengan membuat konser di atas lahan kosong tersebut.

Tedi En dan JaF menggunakan ruang publik untuk berkreasi. Masih banyak lagi kreasi yang dibuat oleh JaF yang memanfaatkan ruang publik. Bisa dilihat di http://vimeo.com/jatiwangi/videos.

Musik, kreativitas dan ruang publik bisa dikolaborasikan menjadi satu kekuatan. Musik sebagai sarana perubahan bisa dimulai dari keterlibatan ruang publik. Banyak musisi yang sudah memulainya, tinggal upaya kita untuk menyebarkan energi positif ini agar banyak pihak yang tertarik dan ikut terlibat di dalamnya.




Sumber tulisan: http://bit.ly/YF6Xbn
Sumber foto: http://bit.ly/XAfWZm, http://bit.ly/1171Qhr



Sunday 7 April 2013

Sejarah NEO

Neo terbentuk dari 3 grup rap yaitu Aldy, Dery dari Paper Clip dengan Budi dan Richard, Paperclip yang kita  kenal dengan lagunya Mati Lampu di album kompilasi Pesta Rap 1 tahun 1996.

Namun di album pesta Rap 1 itu Aldy dan Dery keluar gak join di Paper Clip karena pada saat take vocal di Guest Music Dery dan Aldy gak boleh sama bokapnya untuk take vocal mengingat umurnya masih 11 tahun sampe pager rumah digembok jadi terpaksa gak bisa take vocal deh.

Udet dan Donil berasal dari group Mix and Cop yang anggotanya Doniel, Udet, Mendy terbentuk dari 1 sekolah SMA 26 Tebet tahun 1994.

Mix n Cop lumayan menangin beberapa festival rap yang pada tahun itu booming dari acara ABG (TPI), Tenda Mangkal (Prambors ), AKSI (RCTI), Festival Rap Jabotabek, Festival Rap Bulungan, dan banyak lagi. Dengan lagu andalannya what's up doc fu schnickens dan beatboxnya.

Dari SMA 26 ini juga banyak lahir rapper-rapper, Abe, Remon, Onit, Gerry, Ruli (Boyz got no brain yang nyanti Nyamuk, Budi Paper Clip, dan banyak lagi) . SMA 26 punya ex kul Rap resmi yang didukung oleh pihak sekolah. Mungkin satu-satunya SMA di Indonesia yang punya ex kul rap pada saat itu mungkin ampe sekarang kali.

Terakhir Abe berasal dari Black Skin ( Abe, Remon, Onit) yang terkenal dengan lagunya Cewe Matre di Pesta Rap 1 1996.

Nah yang yang banyak salah sampe sekarang NEO sering disangka Cewe Matre padahal yang benernya adalah Black Skin grup Abe di Pesta Rap 1.

Sebelum terbentuk NEO, Abe, Donil, dan Udet bikin grup baru juga yaitu Mix Flixx dan menjuarai beberapa festival rap.

Nah mulailah di tahun 1997 Aldy dan Deri ngajakin Udet, Abe, Doniel untuk bikin project album yang diproduserin Iwang Noorsaid (@iwangnoorsaid). Namun pada saat itu nama grupnya kita putusin Southern Funksta belum NEO.

Dan Southern Funksta pun thn 1999 sempat ada di album Melly Manuhutu di lagu " Terbang Di Langit Biru " ini dia kalo mau denger http://www.youtube.com/watch?v=s0wTJdoqkDo tapi namanya masih Southern Funksta

Base camp dan tanah kelahiran NEO dalah Batu Raja yang merupakan kampung tanah kelahiran Dery dan Aldy juga . Pasnya lagi minggu kemarin kita shooting film #filmhiphopindonesia sambil shooting klip NEO di Batu Raja juga. Namun sayangnya Rumah Aldy, Dery udah rata sama tanah alias digusur.

1997 proses mengumpulan materi dan lagu sudah 10 lagu mulailah demo kita tawarkan ke label-label namun ditolak. Pada saat itu Indonesia khususnya Jakarta sedang bergejolak reformasi.
Reformasi pun menjadi salah satu konsep kita di album pertama yang judulnya KKN.

Setelah  2 tahun 1997-1998 kita prospekin ke label-label ditolak akhirnya tembus jd di tahun 1999 dengan label baru Bintang Record dan distribusi Musica Studio.

Sebelumnya single 1 bukan Borju karena reff Borju pada saat itu bukan yg kita kenal sekarang. Namun suatu malam Dery  sama Udet nemu wangsit di Studio daerah Buncit utk Reff Borju agar diganti seperti sekarang.

Dan kembali suatu malam kita rapat pleno dengan produser Iwang Noorsaid dan executive producer Itje Komar agar mengganti nama Southern Funksta  menjadi yang lebih simpel.
Setelah kita polling beberapa nama di kertas ada  1 nama di kertas tersebut NEO yang diusulin oleh manager kita Ari @arie_arbulz yang artinya baru bahasa Yunani dengan harapan selalu menghasilkan karya-karya yang selalu baru (as simple as that) dan ketok palulah nama Southern Funskta menjadi NEO.

Di tanggal 7 April 1999 kita anggap sebagai hari lahir NEO dimana tgl tersebut pas kita shooting video clip Borju yang disutradai oleh Rizal Mantovani dan Upi dari avant-garde .


Sumber: Udet (@papiudet)