Tuesday 26 November 2013

Sedikit Tentang Remix

EDM (Electronic Dance Music) emang gada matinya, tiap dekade ada saja jawaranya. Saya suka banget nyari remixnya musisi-musisi jadul. Dan itu seru banget. Suasana baru dan biasanya lebih happy sih. Kalau kita bosan sama sebuah lagu, kadang cari versi remixnya. Macem-macem, ada yang diremix jadi lebih up beat atau ditambah beberapa efek.

Remix biasanya ditambah unsur dubstep, drum n bass, electro, trap, breaks, moombahton, atau downtempo. Semuanya meriah ya kecuali down tempo.

-       Untuk remix yang kategori dubstep, biasanya kuat di bassline, selaras dengan ritme. Musisi lokal yang main dubstep contohnya adalah Dubyouth. Skrillex mungkin bisa masuk kategori dubstep.

-       Ada pula glitch hop, sebenarnya ia adalah sub genre dari electro di akhir tahun 90an. Dia tidak spesifik pada bpm (beat per minute) tertentu. Sepertinya glitch hop adalah permainan digital sound such as clicks / bleeps / bit crush reduction and many more. Ada satu lagu dari album Daft Punk terbaru yang diremix dengan style glitch hop.

-       Kalau drum n bass sih banyak yang udah pada tau yah. Ini genre yang cukup familliar di Indonesia. Lahir sekitar pertengahan 90an. Beatnya cepat dengan bassline berat diiringi sub bass line. Yang suka OASIS boleh denger remixnya Wonderwall di sini.

-       Trap. Beberapa sumber menyebutkan ini dari hip hop dan crunk Amerika Selatan. Ini ulasan bagus dari sebuah situs DJ, tentang trap remix djz.com/news/what-is-t. Saya pun menemukan musisi yang main di genre ini, Bro Safari namanya.

-       Dari semuanya, paling unik menurut saya adalah Breaks atau sering disebut breakbeat. Konon genre ini emang ngehancurin beat makanya namanya breakbeat. Ritmenya acak-acakan dengan pattern drum 4/4.

-       Salah satu yang menyenangkan, Mombahtoon. Ini fusion genre dari house music dan reggaeton.

Kalau ga suka kenceng banyak juga chill trap remixes yang asyik dinikmati sambil makan sukro. Mixtape ini contohnya 8tracks.com/guestaudio/15-


Cek juga karya dari Pogo. Anak muda yang superkece bikin mixingan ampe kerja di pixar pogomix.net
Dan remix-an paling mempengaruhi malam-malam romantis yang saya lalui adalah Flight Facilities soundcloud.com/flightfaciliti.

Kalau berminat menggali lebih dalam lagi silakan intip web keren tentang EDM dibwompbeats.com.

Apa Itu Jajan Sehat?


Saat melihat tren food combining dan budaya olahraga lari kian menjamur, saya seringkali bertanya apakah tradisi Jajan Sehat dapat kita bangun di era digital yang makin meriah ini?

Apa itu Jajan Sehat?

Jajan sehat adalah sebuah budaya baru untuk apresiasi musisi Indonesia dengan membeli rilisan fisiknya. Lalu saya membuat video blog yang berdurasi kurang lebih 10 menit. Isinya adalah tentang rekomendasi CD yang ciamik untuk dikonsumsi oleh kita agar tubuh tetap sehat dan bugar. Ya, di tengah polusi linimasa yang penuh dengan kampanye calon presiden yang curi start, di saat banyak hal-hal di internet yang dimanipulasi oleh segelintir orang untuk menyetir isu-isu tertentu. 

Kadang kita lupa, banyak sekali CD yang menyehatkan raga dari musisi-musisi potensial Indonesia yang terbengkalai di sudut toko.

Saya ingin karya mereka lebih diapresiasi dengan membeli rilis fisiknya. Atas dasar inilah saya begitu semangat untuk menganjurkan teman-teman membeli CD-CD ini secara rutin sebagai bentuk Jajan Sehat yang bergizi tinggi.

Ada dua video blog Jajan Sehat yang sudah diunggah di Youtube. Sayang sekali saat saya semangat membuat video blog ini, piranti yang biasa digunakan mengalami kerusakan total dan baru sembuh. Kurang lebih dua bulan saya tidak mengunggah video blog baru. Harapan saya tiap minggu bisa mengunggah rekomendasi baru. Ya kita bisa jajan KFC seminggu sekali masa beli CD ga bisa.


Berikut contoh Jajan Sehat yang sudah saya unggah:

Eron Lebang



Tesla Manaf






Lokananta Kini..



Konser Sahabat Lokananta di Solo sudah genap satu tahun yang lalu. Namun apakah ada perubahan berarti di Lokananta studio sendiri?

Jujur saya belum sempat ke Solo lagi untuk sekedar menjenguk atau bercengkerama. Permalahan ada di manajemen sehari-hari saya yang berantakan membagi waktu kuliah dan waktu kerja, belum lagi saya baru menelurkan sebuah web blog travelling. Makin jauhlah cita-cita saya untuk rutin ke Solo.

Setahun yang lalu persiapan saya hanyalah satu bulan saja dalam membuat Sahabat Lokananta, disambut dengan antusiasme besar oleh para penggiat musik. Namun satu hal yang seringkali saya temui sekarang, komentar tentang gerakan yang saya inisiasi tidak berujung pada sebuah hal yang berkelanjutan.

Awal saya berdua dengan Wendi Putranto membuat Sahabat Lokananta memang untuk mempublikasikan keberadaan studio tersebut dan tak ada niat untuk aksi yang lebih lanjut, karena kita berpendapat ada yang lebih kompeten untuk turun tangan, kita hanya penghubung dan pemantik agar orang lebih peduli terhadap tempat ini.

Berlanjut dengan pertemuan tiga teman lainnya, Alain Goenawan, Sarah dan Ajeng, jadilah beberapa acara dan gerakan Sahabat Lokananta. Gaungnya terdengar hingga ke beberapa pulau besar lain di Indonesia.
Saya merasa hal paling mendasar dari permasalahan Lokananta adalah kesadaran akan pentingnya arsip dan dokumentasi. Melalui crowdfunding saya dan teman-teman Sahabat Lokananta membuat diskusi dan menjual kaos berdesain studio Lokananta lalu hasil penjualan dibelikan AC.

Beberapa hari yang lalu Pak Andi menghadiri Music Fair di UI, dengan wajah berseri-seri beliau mengabarkan hal gembira, di depan saya, Mondo dan Sarah Glandosch yang kebetulan jadi pembicara juga di acara.

Beberapa bulan yang lalu pak Dahlan Iskan berkunjung untuk melihat keadaan Lokananta. Beliau menyuruh ada band untuk latihan dan melihat kualitas alat band Lokananta lumayan menyedihkan. Secepatnya beliau ingin membuat pembaharuan di studio dan tempat recordingnya dengan alat-alat yang layak. Ada kucuran dana dari pusat dengan jumlah yang fantastis untuk balariung, pusat seni budaya, museum dan percetakan. Rencana pembangunan hotel dan mall yang dikhawatirkan akan menggusur Lokananta ternyata tidak akan terjadi.

Pemerintah akhirnya melihat Lokananta sebagai aset musik Indonesia dan juga akan meniadakan tempat futsal yang ada di sana. Pak Dahlan Iskan datang setelah ada AC dan cover vinyl. Pak Andi berterimakasih pada Sahabat Lokananta dan Gerakan Malang Bernyanyi. Ternyata apa yang kami lakukan tidak sia-sia. Semuanya harus dilakukan dengan cepat agar pemerintah janji pemerintah bukan hanya jadi isapan jempol belaka.

Pak Andi meminta tolong agar Glenn Fredly, Sarah Glandosch, Wendi Putranto,  Alain Goenawan dan Sahabat Lokananta membantu membuatkan strategi. Jangan sampai momentum ini hilang. Kemenparekraf juga akan bekerjasama dengan kita untuk membuat souvenir dari Lokananta.


Tidak akan ada kesia-siaan untuk sebuah semangat musik berbentuk solidaritas bersama. Semoga kita sampai pada akhir di misi ini sebagai Sahabat Lokananta.

Tentang Lisensi

Lisensi adalah hal yang njlimet menurut saya. Bagaimana tidak, tiga kali mata kuliah hak cipta saya mendapatkan nilai E dua kali lalu remedial dan mendapatkan nilai D. Ternyata selepas kuliah hukum, permasalahan bertajuk hak cipta, merk, paten dan lisensi seringkali berpendar di sekeliling ruang gerak saya, terutama tentang lisensi.

Suatu saat di Minggu malam saya mengajak seorang musisi dan produser yang sedang aktif mensosialisasikan tentang lisensi, Hang Dimas, begitu saya memanggilnya. Ia kini membuat sebuah IT start-up yang bergerak merancang system untuk lisensi musik. Bisa dilihat di http://langitdata.net.
Berikut saya kutipkan obrolan bersamanya mengenai lisensi musik, semoga bermanfaat.

Sekarang kita sedang dalam proses untuk bikin sistem lisensi musik di indonesia. Bekerja sama dengan pemerintah dan asosiasi.

Apa saja jenis-jenis lisensi?

Basic music royalty:

     1)    Mechanical Royalty: royalty dari penggandaan master rekaman. Royalti ini diatur oleh label rekaman. Contoh, dari RBT: Publisher/Composer akan dpt 6% mechanical rights dari pendapatan label 
  
    2)    Sync Rights. Ini adalah untuk penggunaan lagu sperti di iklan dan soundtrack film. jumlahnya tergantung dari negosiasi antara publisher dan klien. Tapi biasanya antara label dan publisher 50-50. 
      artist performer dpt share dari label. Komposer dpt share dari publisher tergantung kontrak masing2.     
      
   3)     Performing Rights. adlh royalti yg didapatkan dari pemutaran/performing karya rekaman di tempat komersil. Jadi berdasarkan hukum Hak cipta Internasional, karaoke hotel mal, dsb harus bayar royalti lagu yg digunakan. Nah pengurusan #performingrights ini diatur oleh LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) masing2 negara.

LMK yg ada di Indonesia: WAMI dan KCI mewakili komposer. Asirindo mewakili Produser. Prisindo untuk performer.

Bagaimana cara termudah untuk mengakses collecting system di Indonesia bagi para pelakunya?

Memang sistem skrg ini masih ngga jelas. Itu sebabnya baru2 ini dibentuk badan baru yg akan mengatur. badan baru ini dibentuk dari LMK2 yg ada dan diawasi pemerintah. Nama yg diajukan SELMI (Sentra Lisensi Musik Indonesia). diharapkan setelah SELMI ini jadi, akan ada bentuk sosialisasi untuk pelaku musik untuk mendapatkan performing rights. nantinya performer, komposer dan Produser harus mendaftar ke LMK masing2 supaya dpt performing rights, selama ini mmg KCI yg sudah aktif berjalan. Tp kurang maksimal dgn ketidakjelasan pembagian royalti. jadinya pelaku bisnis spt mal, radio, tv enggan membayar royalti. rate karaoke ngga jelas ribut di pengadilan. itulah yg sdg saya kerjakan di LDI. Kedepannya proses performing rights bisa fair transparan krn berbasis IT.

mmg skrg ini pembagian #performingrights tidak menarik. Artis yg jualan 1jt CD aja paling dpt dibawah Rp5jt. tapi itu karena tidak berjalannya sistem collecting dgn baik oleh LMK2 yg ada. coba bandingkan dgn malaysia yg sistem #performingrights nya sudah jalan 20thn.

1 lagu hits, komposer bisa dpt #performingrights royalti skitar Rp50jt/thn. Populasi malaysia skitar 25jt. dgn sistem #performingrights yg baik, komposer bisa hidup dari royaltinya tanpa harus jadi artis. kalo di negara maju sih, komposer bisa Kaya raya cuma dari #performingrights doang. diperkirakan opportunity lost dari #performingrights di indo skitar Rp200milyar/thn.”


Itu info mendasar tentang lisensi. Kalau teman-teman ingin mendalami dan menggali lebih dalam lagi, silakan buka bemuso.com.

Lagu Terdeteksi oleh Aplikasi-Aplikasi

Teringat tentang presentasi @tyohan beberapa bulan lalu tentang database music digital. Di era digital seperti sekarang ini kita mesti pandai memanfaatkan apapun teknologi yang ada untuk menyebarluaskan konten musik. Salah satu upaya yang kadang terlewatkan oleh musisi adalah mensubmit konten via database music digital seperti Gracenote dan Musicbrainz.



Tujuan dari penggunaan database music digital adalah agar konten musik teman-teman bisa terdiscover oleh aplikasi-aplikasi musik/non-musik. Banyak sekali aplikasi-aplikasi yang memanfaatkan database ini. Setiap lagu memiliki fingerprint, kirim fingerprint tersebut pada server lalu server mengembalikan lagu dengan meta data yg dimiliki. Dan data tersebut akan terdeteksi oleh komputer atau hp. Lagu yang didaftarkan bisa terbaca oleh Shazam, Soundhound, Path dan lain-lain.

Untuk rekan-rekan musisi penting banget membuat database musikmu. Submit ke Gracenote, upload ke Last.FM dan tag it on MusicBrain. Silakan menyimak presentasi utuh dari Yohan Totting mengenai hal ini di sini. Selamat men-database-kan lagumu.