Lisensi adalah
hal yang njlimet menurut saya. Bagaimana tidak, tiga kali mata kuliah hak cipta
saya mendapatkan nilai E dua kali lalu remedial dan mendapatkan nilai D. Ternyata
selepas kuliah hukum, permasalahan bertajuk hak cipta, merk, paten dan lisensi
seringkali berpendar di sekeliling ruang gerak saya, terutama tentang lisensi.
Suatu saat di
Minggu malam saya mengajak seorang musisi dan produser yang sedang aktif mensosialisasikan
tentang lisensi, Hang Dimas, begitu saya memanggilnya. Ia kini membuat sebuah
IT start-up yang bergerak merancang system untuk lisensi musik. Bisa dilihat di
http://langitdata.net.
Berikut saya
kutipkan obrolan bersamanya mengenai lisensi musik, semoga bermanfaat.
“Sekarang kita sedang dalam proses untuk bikin
sistem lisensi musik di indonesia. Bekerja sama dengan pemerintah dan asosiasi.
Apa saja jenis-jenis lisensi?
Basic music royalty:
1)
Mechanical Royalty: royalty dari
penggandaan master rekaman. Royalti ini diatur oleh label rekaman. Contoh, dari
RBT: Publisher/Composer akan dpt 6% mechanical rights dari pendapatan label
2)
Sync Rights. Ini adalah untuk penggunaan
lagu sperti di iklan dan soundtrack film. jumlahnya tergantung dari negosiasi
antara publisher dan klien. Tapi biasanya antara label dan publisher 50-50.
artist performer dpt share dari label. Komposer dpt share dari publisher
tergantung kontrak masing2.
3) Performing Rights. adlh royalti yg
didapatkan dari pemutaran/performing karya rekaman di tempat komersil. Jadi
berdasarkan hukum Hak cipta Internasional, karaoke hotel mal, dsb harus bayar
royalti lagu yg digunakan. Nah pengurusan #performingrights ini diatur oleh LMK (Lembaga Manajemen
Kolektif) masing2 negara.
LMK
yg ada di Indonesia: WAMI dan KCI mewakili komposer. Asirindo mewakili
Produser. Prisindo untuk performer.
Bagaimana
cara termudah untuk mengakses collecting system di Indonesia bagi para
pelakunya?
Memang sistem skrg ini masih ngga jelas.
Itu sebabnya baru2 ini dibentuk badan baru yg akan mengatur. badan baru ini
dibentuk dari LMK2 yg ada dan diawasi pemerintah. Nama yg diajukan SELMI
(Sentra Lisensi Musik Indonesia). diharapkan setelah SELMI ini jadi, akan ada
bentuk sosialisasi untuk pelaku musik untuk mendapatkan performing rights.
nantinya performer, komposer dan Produser harus
mendaftar ke LMK masing2 supaya dpt performing rights, selama ini mmg KCI yg
sudah aktif berjalan. Tp kurang maksimal dgn ketidakjelasan pembagian royalti.
jadinya pelaku bisnis spt mal, radio, tv enggan membayar royalti. rate karaoke
ngga jelas ribut di pengadilan. itulah yg sdg saya kerjakan di LDI. Kedepannya
proses performing rights bisa fair
transparan krn berbasis IT.
mmg skrg ini pembagian #performingrights tidak menarik. Artis yg jualan 1jt CD aja
paling dpt dibawah Rp5jt. tapi itu karena tidak berjalannya sistem collecting
dgn baik oleh LMK2 yg ada. coba bandingkan dgn malaysia yg sistem #performingrights nya sudah jalan 20thn.
1 lagu hits, komposer bisa dpt #performingrights royalti skitar Rp50jt/thn. Populasi
malaysia skitar 25jt. dgn sistem #performingrights yg baik, komposer bisa hidup dari
royaltinya tanpa harus jadi artis. kalo di negara maju sih, komposer bisa Kaya
raya cuma dari #performingrights doang. diperkirakan opportunity lost dari
#performingrights di indo skitar Rp200milyar/thn.”
Itu
info mendasar tentang lisensi. Kalau teman-teman ingin mendalami dan menggali
lebih dalam lagi, silakan buka //bemuso.com .
No comments:
Post a Comment