Friday, 20 April 2012

Di Antara Payung Teduh


   Awal mengenal Payung Teduh bukan dari album Dunia Batas, namun dari sebuah video klip apik bernuansa pasar di pagi hari, berjudul “Tidurlah”. 



    Penasaran dengan aksi panggungnya saya mencari beberapa video penampilan mereka di Youtube. Hati kecil bilang, mereka seperti sekumpulan musisi yang memusikalisasi puisi, lirik sahaja dengan balutan musik improvisasi sana sini. Usut punya usut ternyata mereka adalah sekumpulan anak teater Pagupon UI (Universitas Indonesia) yang pastinya tidak asing dengan berbagai karya sastra ataupun literatur. Terbukti dari pemilihan diksi indah pada lirik-liriknya Payung Teduh.

   Suatu malam, pacar saya memberi kejutan dengan membelikan album Dunia Batas. Didengarkan berkali-kali, ada beberapa perbedaan signifikan dengan album EP-nya yang terdiri dari 4 lagu, Angin Pujaan Hujan, Cerita Tentang Gunung dan Laut, Untuk Perempuan yang Sedang di Pelukan dan Tidurlah. Dari sisi musikalitas tidak berubah warna, Payung Teduh memiliki hal yang tidak dimiliki SORE, begitupun sebaliknya, walaupun ada nyawa Ramondo Gascaro yang cukup kental di beberapa lagu. Konon katanya lagu Menuju Senja merupakan jawaban dari lagu Setengah Lima-nya Sore. Dari sisi kualitas rekaman, album Dunia Batas lebih tertata dan matang dibanding EP mereka.


Bila ditilik satu persatu, lagu-lagu dalam Dunia Batas masuk sebagai musik awan, ramuan dari banyak komposisi, bermain imaji namun ringan menyenangkan.

Lagu pertama pada album Dunia Batas ini dibuka oleh duet petikan gitar dan contra bass. Tidak lama kemudian Is dengan merdunya menyanyikan lagu Berdua saja:

Ada yang tak sempat gambarkan oleh kata ketika kita berdua
Hanya aku yang bisa bertanya mungkinkah kau tahu jawabnya
Malam jadi saksinya, kita berdua di antara kata yang tak terucap  
Berharap waktu membawa keberanian untuk datang membawa jawaban

Bagian pertama di lagu ini disisipi trumpet dan biola bernuansa sendu. Harmonisasi antar instumen dengan sukses mengantar kita menuju satu imaji, kembali pada suasana Jakarta tempo dulu.
Berlanjut pada lagu Menuju Senja yang terasa sangat SORE sekali. Suara falsetto Is terasa sedap, memberikan nyawa pada lagu. Ada gigitan aransemen yang menurut saya berbeda dengan SORE walaupun diracik oleh tangan yang sama.
Tiap mendengar lagu Untuk Perempuan yang Sedang di Pelukan, rasanya saya menjadi perempuan yang sedang cantik-cantiknya. Dipeluk oleh kata-kata lugas yang dikemas tanpa ada maksud merayu. Ada hal yang membuat lagu ini tidak bosan didengarkan berulangkali, melodi-melodi sebelum masuk ke reffrain kedua yang mengingatkan saya pada melodi lagu-lagu hits tahun 90-an. Dan yang teristimewa adalah nada biola dan irama piano saling bersahutan melengkapi.
Rahasia adalah lagu yang paling saya suka liriknya, entahlah suka lirik atau orang pembuat lirik ini. Karena lirik buatan Catur Ari Wibowo bagus sekali, dari segi penyampaian ataupun pemilihan kata yang bisa semenarik ini tanpa dibubuhi majas berlebih. Sisi musikalitas yang apik terdengar dari instrumen berlapis, piano dan organ membuat lagu ini terdengar renyah namun mewah.
Ahai, lagu kelima cocok sekali didengarkan sambil menikmati teh atau mengobrol riang. Lagu riang yang sebenarnya bermaksud kecewa atas sebuah penantian. Maaf kata, guitaleles yang ada di lagu beransemen unik ini mengacaukan misi lagu sedih, lebih seperti irama Stambul chacha. Ataukah Payung Teduh ingin kita bercampur-campur rasa saat mendengar lagu Angin Pujaan Hujan?
Di Ujung Malam merupakan lagu yang panjang bagi saya. Seperti dilempar ke sebuah tempat yang jauh sekali dan merasa benar-benar rindu. Seakan terlibat perasaan dengan lagu ini. Suara accordion mendayu yang dimainkan oleh Riza Arshad layak dijadikan alasan untuk memutar kembali lagu ini saat merasa sepi.
Ya sepertinya Payung Teduh kembali bercerita tentang sebuah penantian. Seorang musisi memang harus selalu Resah untuk terus berkarya dan musik yang indah biasanya lahir dari sebuah keresahan. Guitaleles yang dimainkan lamat-lamat menjadi kekuatan tersendiri di lagu ini.
Berakhir di lagu Biarkan, lagi-lagi guitaleles menjadi tokoh utama. Nuansa keroncong Telomoyo hadir memikat bersanding dengan flute dan suara sayup-sayup Mian Meuthia. Lagu dengan aransemen yang paling saya suka di album ini.

Saya tidak puas dengan album Dunia Batas. Ya, karena saya tidak mau Payung Teduh berhenti di album ini. Saya cukup penasaran dengan karya mereka selanjutnya.



Salam rindu dan penantian dari fans barumu
@badutromantis



Sumber video: Youtube.com by Waterpig
Sumber foto  : @itsFrankfurt



2 comments:

  1. suka banget dengan kata2 yang ini "seperti dilempar ke sebuah tempat yang jauh sekali dan merasa benar-benar rindu."
    akhirnya nemu kalimat yang cukup pas buat menggambarkan perasaan pas dengerin lagunya payung teduh. thanks.

    ReplyDelete
  2. itu yang belakangnya cd nya payung teduh CD apa ? yang warna pink

    ReplyDelete