Sunday 14 April 2013

Musik, Kreativitas dan Ruang Publik

Musik selalu identik dengan kreativitas, betapa tidak alunan nada-nada yang terangkai lahir dan tumbuh dari kreasi serta luapan ekspresi. Kreativitas yang kini banyak dimiliki para musisi hanya beberapa saja yang bisa diapresiasikan pada ruang publik.

Banyak sekali ruang publik yang semestinya bisa menjadi wadah kreativitas atau ide yang digali untuk membuat sesuatu entah itu untuk kepentingan aktualisasi diri musisi atau untuk menanggapi pelbagai isu sosial yang ada.

Dua contoh musisi yang bisa menggunakan ruang publik dan dikreasikan adalah Iga Massardi (beserta teman-teman KGG, Aan dan Adoy)  dan Tedi En (beserta Jatiwangi Art Factory):

Iga Massardi dengan Kelas Gitar Gratis





Iga Massardi, gitaris yang senang mengoleksi gitar ini awalnya membuat Kelas Gitar Gratis untuk sekedar berbagi ilmu gitar yang ia miliki. Konon ia belajar gitar dari seorang temannya yang tidak terlalu piawai belajar gitar namun karena kebaikan temannya inilah Iga menjadi bisa bermain gitar. Iga berpikir seberapa kecilnya kita berbagi itu pasti akan bermanfaat bagi orang lain. Dari prinsip inilah Iga membuat Kelas Gitar Gratis bersama Aan dan Adoy di Taman Surapati setiap hari Minggu. Kini Kelas Gitar Gratis miliknya sudah memiliki belasan bahkan puluhan murid walaupun promosinya hanya melalui media sosial.

Iga sengaja memilih Taman Surapati untuk memanfaatkan ruang publik karena rasa dari belajar di kelas akan jauh berbeda dengan belajar di alam bebas. Untuk informasi lebih lanjut bisa bertanya-tanya via Twitter dengan memention langsung ke @igamassardi, @pbadi dan @pinknista


Tedi En dengan Jatiwangi Art Factory




Tedi En adalah anak muda yang belum genap berusia 25 tahun. Ia tinggal di Jatiwangi, sebuah desa di kabupaten Majalengka, tidak jauh dari kota Cirebon. 

Bersama rekan-rekannya di Jatiwangi mereka membuat Jatiwangi Art Factory.  Jatiwangi art Factory (JaF) adalah sebuah organisasi nirlaba yang fokus terhadap kajian kehidupan lokal pedesaan lewat kegiatan seni dan budaya seperti; festival, pertunjukan, seni rupa, musik, video, keramik, pameran, residensi seniman, diskusi bulanan, siaran radio dan pendidikan.


JaF didirikan pada 27 September 2005. Sejak tahun 2008 JaF bekerjasama dengan Pemerintahan Desa Jatisura melakukan riset dan penelitian dengan menggunakan keterlibatan kesenian kontemporer yang kolaboratif dan saling menterhubungkan.
JaF mempunyai Program Festival Residensi, Festival Video Residensi dan Festival Musik Keramik dua tahunan yang mengundang seniman dari berbagai disiplin ilmu dan Negara untuk tinggal, berinteraksi, bekerjasama dengan warga desa, merasakan kehidupan Masyarakat Jatiwangi, serta merumuskan dan membuat sesuatu yang kemudian dipresentasikan dan dikabarkan kepada semua orang.


JaF pernah suatu saat membuat intervensi publik dengan mengajak warga desa Jatiwangi untuk protes terhadap rencana pendirian mall di atas lahan pabrik gula heritage. Usaha tersebut berhasil mengumpulkan warga untuk protes dengan cara yang berbeda, yaitu dengan membuat konser di atas lahan kosong tersebut.

Tedi En dan JaF menggunakan ruang publik untuk berkreasi. Masih banyak lagi kreasi yang dibuat oleh JaF yang memanfaatkan ruang publik. Bisa dilihat di http://vimeo.com/jatiwangi/videos.

Musik, kreativitas dan ruang publik bisa dikolaborasikan menjadi satu kekuatan. Musik sebagai sarana perubahan bisa dimulai dari keterlibatan ruang publik. Banyak musisi yang sudah memulainya, tinggal upaya kita untuk menyebarkan energi positif ini agar banyak pihak yang tertarik dan ikut terlibat di dalamnya.




Sumber tulisan: http://bit.ly/YF6Xbn
Sumber foto: http://bit.ly/XAfWZm, http://bit.ly/1171Qhr



No comments:

Post a Comment