Tuesday 26 November 2013

Tentang Lisensi

Lisensi adalah hal yang njlimet menurut saya. Bagaimana tidak, tiga kali mata kuliah hak cipta saya mendapatkan nilai E dua kali lalu remedial dan mendapatkan nilai D. Ternyata selepas kuliah hukum, permasalahan bertajuk hak cipta, merk, paten dan lisensi seringkali berpendar di sekeliling ruang gerak saya, terutama tentang lisensi.

Suatu saat di Minggu malam saya mengajak seorang musisi dan produser yang sedang aktif mensosialisasikan tentang lisensi, Hang Dimas, begitu saya memanggilnya. Ia kini membuat sebuah IT start-up yang bergerak merancang system untuk lisensi musik. Bisa dilihat di http://langitdata.net.
Berikut saya kutipkan obrolan bersamanya mengenai lisensi musik, semoga bermanfaat.

Sekarang kita sedang dalam proses untuk bikin sistem lisensi musik di indonesia. Bekerja sama dengan pemerintah dan asosiasi.

Apa saja jenis-jenis lisensi?

Basic music royalty:

     1)    Mechanical Royalty: royalty dari penggandaan master rekaman. Royalti ini diatur oleh label rekaman. Contoh, dari RBT: Publisher/Composer akan dpt 6% mechanical rights dari pendapatan label 
  
    2)    Sync Rights. Ini adalah untuk penggunaan lagu sperti di iklan dan soundtrack film. jumlahnya tergantung dari negosiasi antara publisher dan klien. Tapi biasanya antara label dan publisher 50-50. 
      artist performer dpt share dari label. Komposer dpt share dari publisher tergantung kontrak masing2.     
      
   3)     Performing Rights. adlh royalti yg didapatkan dari pemutaran/performing karya rekaman di tempat komersil. Jadi berdasarkan hukum Hak cipta Internasional, karaoke hotel mal, dsb harus bayar royalti lagu yg digunakan. Nah pengurusan #performingrights ini diatur oleh LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) masing2 negara.

LMK yg ada di Indonesia: WAMI dan KCI mewakili komposer. Asirindo mewakili Produser. Prisindo untuk performer.

Bagaimana cara termudah untuk mengakses collecting system di Indonesia bagi para pelakunya?

Memang sistem skrg ini masih ngga jelas. Itu sebabnya baru2 ini dibentuk badan baru yg akan mengatur. badan baru ini dibentuk dari LMK2 yg ada dan diawasi pemerintah. Nama yg diajukan SELMI (Sentra Lisensi Musik Indonesia). diharapkan setelah SELMI ini jadi, akan ada bentuk sosialisasi untuk pelaku musik untuk mendapatkan performing rights. nantinya performer, komposer dan Produser harus mendaftar ke LMK masing2 supaya dpt performing rights, selama ini mmg KCI yg sudah aktif berjalan. Tp kurang maksimal dgn ketidakjelasan pembagian royalti. jadinya pelaku bisnis spt mal, radio, tv enggan membayar royalti. rate karaoke ngga jelas ribut di pengadilan. itulah yg sdg saya kerjakan di LDI. Kedepannya proses performing rights bisa fair transparan krn berbasis IT.

mmg skrg ini pembagian #performingrights tidak menarik. Artis yg jualan 1jt CD aja paling dpt dibawah Rp5jt. tapi itu karena tidak berjalannya sistem collecting dgn baik oleh LMK2 yg ada. coba bandingkan dgn malaysia yg sistem #performingrights nya sudah jalan 20thn.

1 lagu hits, komposer bisa dpt #performingrights royalti skitar Rp50jt/thn. Populasi malaysia skitar 25jt. dgn sistem #performingrights yg baik, komposer bisa hidup dari royaltinya tanpa harus jadi artis. kalo di negara maju sih, komposer bisa Kaya raya cuma dari #performingrights doang. diperkirakan opportunity lost dari #performingrights di indo skitar Rp200milyar/thn.”


Itu info mendasar tentang lisensi. Kalau teman-teman ingin mendalami dan menggali lebih dalam lagi, silakan buka bemuso.com.

No comments:

Post a Comment