Saturday 21 April 2012

Saya dan Keroncong

Orang muda kadang perlu merasa jumawa. Berbangga hati dari karya bangsa dan peristiwa.         Suatu waktu berjalan-jalan ke pojokan TIM hanya untuk mencari kumpulan buku puisi yang sudah tidak edar. Pojokan itu tidak senyap malah riuh oleh irama yang membuat nyaman.     



Satu musik yang saya gemari. Keroncong. Tertegun dan sekedar bertanya, apakah saya bisa membeli cd-cd yang seperti ini. Seorang bapak yang akhirnya kukenal dengan nama Pak Jose Rizal Manua, bilang, ada beberapa lalu dia menunjukkan tempat dimana cd-cd itu menumpuk rapi. Sudah kukantongi 5 cd, lalu tanpa panjang lebar, segera balik ke kantor untuk segera memutar cd yang baru dibeli.              

Aliran musik ini ternyata tidak sedangkal yang kita pikir, bukan hanya sekedar ukulele sudah pasti keroncong. Ternyata banyak cerita dan liku perjalanan perkembangan musik ini.Terkejut dengan Langgam Telomoyo yang legendaris ternyata berasal dari tahun 1910, ada kejutan lain, keroncong masuk Indonesia dari abad ke- 16 dan bukan musik asli Portugis. Keroncong lahir dan berkembang di Indonesia, memang keroncong terinspirasi dari musik Fado, musik asli Portugis, kesamaan dari alat yang digunakan berbunyi crooong, crooong, crooong. Alat sejenis ukulele.           Namun ada beberapa perbedaan dari Fado dan Keroncong. Ini adalah perbedaan yang mendasar, di dalam keroncong ada alat tiup, flute.Ada banyak jenis keroncong, ada keroncong abadi, ada keroncong stambul, keroncong tugu, sampai suatu ketika saya mencari tahu tentang pola dan sejarahnya, saya berdiam pada suatu titik. Mengapa karya ini begitu mengena dan sampai dengan mudah masuk seperti saat menyesap kopi pertama kali, tanpa sadar saya menitikkan mata, ada satu rindu. Musik yang bagus dengan kekayaan makna.Ada beberapa karya yang dibuat disaat bangsa kita berjuang, kata-kata yang kupikir hanya lirik, kuulangi berkali. Di situ ada sebuah nyata, yang membuat saya mendidih seketika.         

Kita itu tidak pernah dijajah, dalam kurun waktu tiga setengah abad itu kita bertahan dan berjuang. Bangsa kita sangat ramah, tanah kita subur, mereka pun betah. Ada cerita adu domba, dipecah belahlah keyakinan mereka. Perlahan ada sebuah tabir terkuak, suatu saat akan satu tulisan yang khusus untuk membahas itu. Sekarang izinkan saya berdamai sejenak, bermain dengan ayunan suara Tuti Tri Sedya yang merdu rapat-rapat. Sedikit terpejam, saya menggambar halus suasana masa silam. Halaman-halaman sejarah yang tak terpetakan.

sumber foto: urbanoid.net

No comments:

Post a Comment